Pejuang Diantara Para Musafir
(9/11/2018)
Para pejuang itu benar benar keren, mereka membuatku kagum akan kesungguhan mereka dalam menyampaikan amanah ini. Amanah yang aku, kamu, dan siapapun yang mengaku akan dua kalimat itu, mempunyai konsekuensi untuk membagikan keindahan risalah_Nya untuk kau bagikan ke jiwa-jiwa yang ada di sekitarmu.
Para pejuang itu telah memegang amanah itu, sedang aku berdiam diri dan tak melakukan apapun, walau aku tahu bahwa keindahan dari hukum-hukum dua kalimat itu telah mengangkat derajat bagi jiwa yang berpegang teguh akah dua kalimat itu.
Aku lemah, aku fasik, aku labil. Diriku lebih takut akan kemiskinan dan kelaparan hingga membuatku terkaku untuk mengikuti mereka. Jangankan itu, aku kadang menutup mata akan kerusakan yang ada dihadapanku, jiwa-jiwa para penikmat dunia fatamorgana yang menutup diri dari mata air yang tidak akan pernah kekeringan.
Para pejuang itu benar-benar menginspirasiku. Ketika mereka berjuang untuk menunjukan arah mata air itu, justru mereka dibenci, dan justru tidak sedikit cucuran darah yang mereka dapatkan dari lemparan batu para musafir yang mengejar fatamorgana.
Fatamorgana itu memang membingungkan, layaknya mata air yang luas namun kering saat kita menggapainya. Tapi aku lebih bodoh, aku tahu fatamorgana itu ilusi, tapi aku tetap mengikuti langkah kaki mereka yang tidak peduli dengan ilusi itu walau mereka tahu.
Para pejuang itu benar-benar perkasa. Mereka tetap menunjukannya pada jiwa-jiwa kehausan. Bukankan mereka tidak perlu untuk melakukan itu? cukuplah mereka sendiri yang tidak kehausan, tapi kenapa mereka tetap memperingatkan walau mereka harus lelah?
Inilah konsekuensinya, konsekuensi dari dua kalimat itu membuatku harus menyampaikan keindahan mata air ini. Namun jiwa yg lemah ini harus aku kuatkan. Kemiskinan dan kelaparan adalah keindahan yang harus aku lalui, bukan ancaman yang tak seharusnya membuat terkaku.
Jiwaku harus aku yakinkan terlebih dahulu, untuk amanah dan bisa mengikuti mereka, para pejuang yang ikhlas dan tanpa lelah menunjukan mata air pencipta yang telah menyuburkan tanah tempat kita semua berpijak.
Kagumku untuk para pejuang.
Para pejuang itu benar benar keren, mereka membuatku kagum akan kesungguhan mereka dalam menyampaikan amanah ini. Amanah yang aku, kamu, dan siapapun yang mengaku akan dua kalimat itu, mempunyai konsekuensi untuk membagikan keindahan risalah_Nya untuk kau bagikan ke jiwa-jiwa yang ada di sekitarmu.
Para pejuang itu telah memegang amanah itu, sedang aku berdiam diri dan tak melakukan apapun, walau aku tahu bahwa keindahan dari hukum-hukum dua kalimat itu telah mengangkat derajat bagi jiwa yang berpegang teguh akah dua kalimat itu.
Aku lemah, aku fasik, aku labil. Diriku lebih takut akan kemiskinan dan kelaparan hingga membuatku terkaku untuk mengikuti mereka. Jangankan itu, aku kadang menutup mata akan kerusakan yang ada dihadapanku, jiwa-jiwa para penikmat dunia fatamorgana yang menutup diri dari mata air yang tidak akan pernah kekeringan.
Para pejuang itu benar-benar menginspirasiku. Ketika mereka berjuang untuk menunjukan arah mata air itu, justru mereka dibenci, dan justru tidak sedikit cucuran darah yang mereka dapatkan dari lemparan batu para musafir yang mengejar fatamorgana.
Fatamorgana itu memang membingungkan, layaknya mata air yang luas namun kering saat kita menggapainya. Tapi aku lebih bodoh, aku tahu fatamorgana itu ilusi, tapi aku tetap mengikuti langkah kaki mereka yang tidak peduli dengan ilusi itu walau mereka tahu.
Para pejuang itu benar-benar perkasa. Mereka tetap menunjukannya pada jiwa-jiwa kehausan. Bukankan mereka tidak perlu untuk melakukan itu? cukuplah mereka sendiri yang tidak kehausan, tapi kenapa mereka tetap memperingatkan walau mereka harus lelah?
Inilah konsekuensinya, konsekuensi dari dua kalimat itu membuatku harus menyampaikan keindahan mata air ini. Namun jiwa yg lemah ini harus aku kuatkan. Kemiskinan dan kelaparan adalah keindahan yang harus aku lalui, bukan ancaman yang tak seharusnya membuat terkaku.
Jiwaku harus aku yakinkan terlebih dahulu, untuk amanah dan bisa mengikuti mereka, para pejuang yang ikhlas dan tanpa lelah menunjukan mata air pencipta yang telah menyuburkan tanah tempat kita semua berpijak.
Kagumku untuk para pejuang.
Komentar
Posting Komentar