Membaca
(20/09)
Bulan September ini tak ada ide yang bisa aku tulis. Sibuk dengan konsultasi tugas akhir dan beberapa kali menggali ilmu agama tanpa pernah ingin menyebarkannya (dakwah).
Sembari termenung, aku berpikir untuk menulis rentetan peristiwa bulan ini yang mengerutkan dahiku sejenak.
Peristiwa yang aku tulis ini terjadi pastinya selalu ada dua perspektif menilainya yaitu pro dan kontra.
Pertama, kasus Hikmah Sanggala yang mendapatkan DO dari kampusnya karena memperjuangkan syariat Islam dapat diterapkan.
Kaum pro mendukung karena memang yang disampaikan tidak ada salahnya dan kenapa aspirasi harus dibungkam. Sedangkan yang kontra mengatakan semuanya demi keutuhan bangsa dan prosedur yang dilakukan kampus telah benar dengan adanya skorsing sebelumnya.
Kedua, masalah tentang revisi UU KPK yang menjadi perhatian kaum yang peduli. Aku tidak tahu banyak tentang alasan pendukung kebijakan ini, yang jelas revisi ini punya pendukung walau sedikit.
Namun untuk kaum kontra, pastinya karena KPK yang semakin dipersempit ruang geraknya.
Ketiga, film The Santri.
Film ini menggambarkan 180 derajat dari seharusnya santri gambarkan sesungguhnya.
Kaum pendukung mengatakan "ini demi mencontohkan keberagaman, dan toleransi yang saat ini telah terkikis". Sedangkan kaum kontra mengatakan "Film ini merusak akidah dan tidak menggambarkan santri".
Pro dan kontra akan selalu hadir dalam setiap rentetan peristiwa, seperti hukum alam yang dapat dipastikan akan terus-menerus terjadi.
Namun yang kadang orang tidak lihat adalah kenapa selalu ada perbedaan perspektif seperti ini?
Semuanya berawal dari informasi, bukan hanya masalah informasi mengenai masalah yang dilihat. Tetapi jauh sebelumnya, tentang informasi yang perlahan-lahan membangun pandangan dirimu.
Jika saja informasi tentang agama yang sering kau dapat, aku yakin kau akan tahu tentang istilah "GHIRAH" yang dijelaskan Buya Hamka bahwa jika tanpa itu sebaiknya memakai kain kafan saat agama dihina.
Namun, jika informasi HAM dan kesetaraan gender yang serta informasi dari barat lainnya sering kau dengar, maka mungkin kau akan menilai dari sudut pandang yang objektif menurutmu namun nilai-nilai agama kau kesampingkan.
Baca juga: Kacamata
Jangan katakan aku anti dengan barat. Bukan, hanya saja pemikiran dari barat yang aku filter lebih kuat. Karena pemikiran terbentuk dari lingkungan penggagasnya. Aku harap kita menggunakan kacamata Islam dalam segala aspek, tentunya agar semua itu terbentuk butuh ilmu agama yang lebih baik lagi.
You're what your read.
Komentar
Posting Komentar