Alter Ego
27 Jan, 21:18
Bulan Januari segera akan beranjak dan aku harus menepati janjiku bahwa minimal aku menulis sesuatu di blog ini. Mengingat dua tahun terakhir aku kehilangan minat untuk menulis, bahkan untuk membaca hingga menulis jurnal. Pernah ada pada posisi aku merasa jurnal itu tidak memberikan perubahan pada diri, hingga akhirnya aku tidak serutin dulu meski aku coba tapi tetap saja tidak selancar dulu.
Untuk membaca, tahun lalu aku hanya menyelesaikan enam buku. Jika bukan karena pertanyaan banyak hal dikepala yang mendorong, mungkin aku akan rehat total dari membaca buku.
Rasanya sia-sia punya banyak informasi di kepala tapi tidak berguna untuk realita yang aku hadapi, mungkin karena perspektif dangkal aku yang nge"judge" simple semua hal seperti, "kalau kamu pintar pasti sukses" atau "kalau kamu kerja keras kamu bakalan kaya."
Cara kerja dunia ternyata tidak seperti matematika 1+1 bakalan dua, tidak ada rumus pasti apa yang sedang kita hadapi. Ditambah dua tahun ini aku mengambil keputusan untuk tidak lagi halaqa. Jadi yang belum tahu halaqa itu seperti kajian rutin seminggu tapi disini lebih mendalam karena kamu mengkaji ilmu agama dengan team kamu sendiri dan mentor yang perlahan waktu akan lebih dekat secara emosional. Aku sebut team karena setelah mengkaji ilmu agama secara perlahan dan sukarela seiring waktu aku dilibatkan banyak hal dalam dakwah dan seiring waktu juga ustadz sudah kayak mentor of life yang punya banyak solusi kalau lagi bingung masalah pribadi.
Tapi begitulah...!
Akhirnya dua tahun terakhir aku seperti meraba-raba dalam gelap kalau lagi butuh bimbingan. Bahkan framework untuk aku mengambil keputusan perlahan-lahan pudar, sebelumnya aku selalu melandaskan pada apa kata agama kini aku lebih santai dan terkesan terserah apa yang realita inginkan aku ikut.
Minimum standar yang masih aku pegang adalah shalat, tidak pacaran, dan tidak joget. Untuk soal esensial seperti amanah, jaga interaksi, jaga ucapan toxic, dengar music berlebihan dan hal lainnya kini aku lebih menyerah. Lagi pula rasanya enak banget kalau memaki kalau lagi kesal, meski setelah itu rasa menyesal kambuh.
Jujur hal-hal toxic banyak yang aku instal saat memasuki dunia kerja. Seperti tadi ucapan anji*g, ban*ke, kini ikut serta kalau lagi kesal. Kalau dulu mungkin aku cukup marah, kini emosi sembari kata kasar sering terucap bahkan pernah hampir mematahkan hp sendiri saking kesalnya, bukannya dibanting auto rusak aku memilih adu kekuatan sama casing hp, kalau bukan karena masih butuh, udah kebagi dua itu hp soalnya anti goresnya sudah sampai retak.
Soal rokok sama alkohol jangan tanya lagi. Tidak seperti SMA, dunia kerja seperti menuntun kita untuk friendly bukan hanya menormalkan bahkan kalau bisa ikut nimbrung. Tapi sekali lagi isi kepala aku menolak, kembali ke fremawork berpikir seperti SMA, "buat apa rokok dan minum alkohol, kedekatan aku dengan seseorang diukur saat bisa teamwork sama-sama." Meski iya kedekatan emosi bisa dibangun dari sana, kepala aku tetap memilih opsi lain untuk itu, seperti membantu kerja rekan, lebih aktif mendengarkan kalau mereka lagi curhat. Tapi kembali lagi kadang kita butuh jalan pintas, caranya seperti tadi saling membagi rokok supaya lebih akrab.
Kembali ke topik soal membaca dan menulis. Saat ini untuk tulisan, mungkin kedepannya akan lebih membahas tentang sudut pandang personal seperti ini. Jika sebelumnya blog ini berisi tentang ISLAM, jangan terkejut jika kedepannya hal-hal salah aku lakukan bisa terjadi. Sengaja aku tidak menghapus tulisanku sebelumnya untuk pengingat dan kumohon untuk pembaca (kalau ada) doakan aku dan tuliskan kritik serta saran bahkan sumpah serapah di kolom komentar jika menemukan aku salah kedepannya.
Sebelumnya belum paragraf terakhir..!
Dunia kerja, aku membutuhkan karakter gojo satoru yang hebat namun lugas serta humoris, tapi disisi lain aku juga butuh karakter geto yang kalem juga mampu berpikir dalam dan lebih terencana.
Jika saat kuliah karakter kalem aku latih untuk karakter yang aku gunakan, justru saat di dunia kerja yang dibutuhkan adalah karakter seperti saat aku SMA, karakter kocak serta spontan tanpa memperdulikan apa yang akan dipikirkan orang lain. Jadi beberapa orang mungkin akan keheranan bertemu denganku apalagi saat masih di penyelenggara PPS pilkada, jujur aku dominan menggunakan karakter spontan ini dibanding pendiam yang berwibawa, karena saat itu aku butuh untuk akrab dengan banyak orang dan memang itu yang lebih dibutuhkan di dunia kerja. Meski aku masih kesulitan untuk beradaptasi untuk bisa mengubah dua kepribadiaan alibi ini, banyak hal yang juga mengubah kebiasaanku untuk bisa gonta-ganti karakter ini bahkan tidak jarang aku merasa emosiku tidak stabil sekarang.
I hopefully you'd understand...✌️
Komentar
Posting Komentar