Lockdown My Fear
(07/04)
Quartet life crisis (QLC), adalah fase hidup ketika diri menjadi ragu, cemas dan tidak puas dengan diri sendiri serta mempertanyakan bagaimana dengan dirimu kedepannya. Bahkan ada yang sampai level mempertanyakan kenapa dirinya hidup di dunia??
Bagi pembaca(emang ada??) Jika sampai level mempertanyakan untuk apa kita hidup, sebaiknya cari referensi bagaimana agama menjawab itu.
Begitupun dengan diriku sekarang ini, apa yang aku hadapi belum bisa aku selesaikan sampai sekarang. Membuatku gundah gulana tiada akhir. Namun tulisan ini, bukan diriku yang akan dibahas atau quartet life crisis itu sendiri. Tapi mempertanyakan bagaimana orang-orang hebat menyelesaikan masalah hidupnya sendiri untuk dapat berkontribusi pada umat.
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia” (HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni. Hadits ini dihasankan oleh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ no:3289).
Ditambah jika kita membaca surah Al-Asr, maka kita paham bahwa level tertinggi dari manusia adalah peduli kepada orang lain. Bukan lagi tentang mengejar eksistensi diri agar dikenal atau dikagumi. Bukan pula materi sebagai tujuan, melainkan dengan materi kita dapat memberi kemanfaatan pada sekitar.
Aku selalu kagum kepada pada mereka yang telah memberikan usaha dan karya terbaiknya untuk umat. Karena aku tahu, betapa sulitnya sampai ke tahap itu, tahap dimana kau diharuskan menyelesaikan masalah hidupmu, dan lebih memprioritaskan umat. Bukan mengesampingkan kebutuhanmu, tapi bagaimana kamu mencukupi dirimu supaya performa yang kau berikan kepada sekitar tidak terganggu.
Mereka begitu hebat, dan aku tahu usaha mereka tidak sia-sia dan akan terbalaskan dengan apa yang mereka sendiri tidak pernah bayangkan. Bahkan kedudukan mereka telah dikuatkan di bumi ini, sebagaimana pencipta telah katakan.
Jika mengatakan pengorbanan, tidak akan ada yang mampu melampaui Baginda Rasulullah SAW. Bagaimana Allah telah kuatkan beliau dalam segala terpaan cobaan. Bagaimana kisah beliau ketika di Thaif, saat istri dan pamannya telah tiada untuk membantu disaat dirinya terluka karena lemparan batu, sedangkan untuk pulang, penduduk Mekkah tiada henti membuat siasat untuk membunuhnya.
Aku memang lemah, dan telah kudapat banyak referensi tentang bagaimana agar diriku mampu berkorban tanpa takut akan cobaan yang menerpa. Kemiskinan, cercaan, dan segala hal yang telah para pengemban dapatkan. Tapi ketakutan diriku begitu besar akan masa depan, hingga kaki ini tidak lagi pernah melangkah, atau mungkin diriku tidak mempercayai janji dari PENCIPTA.
Wahai hati, bagaimana menguatkanmu??
Komentar
Posting Komentar